Lir-ilir, lir-ilir, tandure wis sumilir.
Tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar.
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi.
Lunyu lunyu, yo penekno, kanggo mbasuh dodotiro.
Dodotiro, dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir.
Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Yo surako, surak hiyo.
Artinya :
Sayup-sayup bangun (dari tidur), pohon sudah mulai bersemi.
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
Anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu.
Walaupun licin, tetap panjatlah, untuk mencuci pakaian.
Pakaian-pakaian yang koyak, disisihkan.
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore.
Mumpung terang rembulannya, mumpung banyak waktu luang.
Mari bersorak-sorak ayo.
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah.
Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini.
Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik “Harp to Heart”.
Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya.
“Lir-ilir, lir-ilir” :
Tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan? Apa yang perlu dihidupkan? Hidupnya Apa? Ruh? kesadaran? Pikiran? Terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak. (kita fikirkan ini). Gerak menghasilkan udara. Ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.
“Tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar” :
Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.
“Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi.” :
Mengapa kok Cah angon? Bukan Pak Jendral, Pak Presiden atau yang lain? Mengapa dipilih Cah angon? Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu menggembalakan makmumnya dalam jalan yang benar.
Lalu, kenapa “Blimbing”? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam.
Kenapa “Penekno”? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.
“Lunyu lunyu penekno, kanggo mbasuh dodotiro.” :
Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
“Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.” :
Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa”.
“Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore.” :
Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.
“Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.” :
Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.
“Yo surako surak hiyo.” :
Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan.
[Al-Anfal:25] :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.”
sumber: web
0 comments:
Post a Comment