Home » » "MINYAK BINTANG (Minyak Sambung Nyawa)"

"MINYAK BINTANG (Minyak Sambung Nyawa)"

Posted by Droid Flashpedia on Sunday, January 27, 2013


Adakah di antara Anda yang pernah mendengar nama "MINYAK BINTANG"? Mungkin bagi masyarakat pulau Kalimantan tidaklah asing mendengar kata ITU.

MINYAK BINTANG, sebuah minyak ajaib yang berasal dari suatu daerah di daratan pulau Kalfmantan, adalah minyak kedigdayaan atau minyak kesaktian yang sangat ampuh karena dapat dipergunakan untuk mengobati luka-luka berat seperti patah tulang, tulang remuk, luka bacok, bahkan dipercaya oleh masyarakat setempat bahwa MINYAK BINTANG dapat dipergunakan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah mati ,karena terbunuh.Keampuhan MINYAK BINTANG dalam menyembuhkan orang yang mengalami luka-luka parah seperti tersebut di atas, bekerja dalam waktu relatif singkat, yaitu berkisar antara setengah malam saja dibawah sinar bintang.


Sudah lama aden ingin menuliskan hal ini, akan tetapi dengan berbagai pertimbangan aden urungkan, bahkan sempat sekali waktu sekitar setahun yang lalu aden pernah menulis sebuah status yang menanyakan perihal MINYAK BINTANG, namun tidak terlalu banyak terbahas,

Kali ini aden menuliskan hal ini tidak ada maksud sedikitpun untuk promosi ataupun menuansakan rasis, ataupun mengkilas balik sebuah tragedi memilukan sekaligus memalukan di negeri ini. Tapi jadikanlah sekelumit bagian dari kekayaan kisah-kisah unik yang dimiliki negara Indonesia dan tak dimiliki oleh negara manapun.

Kisah bermula saat aden berada di pulau Kalimantan, tepatnya Pada awal tahun 2001, saat terjadi Kerusuhan Tragedi Sampit, kebetulan aden berada di antara kerusuhan itu, kejadian yang mendadak berlangsung secara tak terduga, membuat aden panik namun naas, saat aden berusaha untuk menjauh dari kerusuhan, namun tanpa terduga, aden tersambar tombak yang terlempar dari seseorang di antara yang terlibat dalam tawuran, tepat pada bagian dada sebelah kanan dan mengakibatkan luka robek menganga dan juga menggores tulang dada sepanjang satu jengkal, aden terkejut dan menjerrit kesakitan, aden bertanya dalam hati, mengapa aden ikut jadi sasaran, sedangkan aden bukanlah target dari fihak-fihak yang bertikai.

Merasakan sakit yang luar biasa, tiba-tiba aden ambruk tak sadarkan diri.

Sejurus kemudian, aden tersadar, namun aden melihat sekeliling gelap gulita dan yang ada hanyalah pondok kecil terbuat dari kayu seadanya dan pepohonan.
Nampaknya aden telah dibawa kedalam hutan oleh sekelompok orang Dayak hingga malam, aden meraba dada sebelah kanan yang terluka tadi siang menjelang sore, sungguh ajaib, luka aden telah hilang, hanya menyisakan seperti bekas luka yang sudah menahun.
Aden melihat sekelompok orang yang sedang memanggang sesuatu, lalu aden pun memanggil dengan bahasa Banjarmasin,
"maap mang, ulun di mana ini kah ?"
"ikam tenang haja mas, ikam ada sama kami, tadi siang ikam kana timpas tombak kawan akuh, tapi ikam kami sembuhakan lawan minyak bintang"

Aden terperanjat !
"apa ?"
"tenang haja mas, ikam kada menelanya, cuma dioles haja, kami minta maap"

Aden kembali meraba dada seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi, "lukaku hilang...?" aden berkata dalam hati.

Seminggu lamanya aden berada dalam persembunyian orang-orang bertelanjang baju dan berikat kepala merah, sesekali aden ditinggal dalam kesendirian ditinggal entah kemana oleh mereka, akan tetapi sebongkah daging rusa bakar hasil buruan mereka, cukup untuk mengganjal perut yang kelaparan beberapa hari.

Mengenai keajaiban penyembuhan luka yang aden alami secara misterius, aden pun penasaran ingin tau lebih jauh, apa itu MINYAK BINANG.

Singkat cerita, dengan bantuan seorang sahabat di antara mereka dari suku Dayak Asli yang kemudian aden ketahui bernama Alban, aden dibawa ke suatu daerah asing jauh di tengah hutan, melalui perjalanan yang menyusuri sungai dengan sampan kecil tak bermesin, dan memakan waktu hingga dua hari dua malam, ditambah dengan perjalanan kaki selama sehari penuh.

Sampailah aden pada sebuah pemukiman kecil, dan Alban memperkenalkan aden pada seorang ahli MINYAK BINTANG bernama Datuk Maluna.

Secara kebetulan, pada saat itu sedang ada ritual penyembuhan dengan metode MINYAK BINTANG terhadap dua orang yang masing-masing mengalami luka bacok cukup dalam di punggungnya dan seorang yang mengalami patah tulang kaki akibat kecelakaan kerja di sebuah penambangan emas ilegal di daerah sekitar, konon katanya, tanpa disadari saat sibuk menambang, sebuah bongkahan batu granit sebesar drum menggelinding tak terkndali dari atas lubang galian dan menimpa kaki, dan mengakibatkan tulang betisnya patah dan mencuat keluar dari kaki.

Dikarenakan sedang ada ritual penyembuhan, aden dipersilahkan menginap lagi di sebuah pondokan kecil yang terbuat dari kayu, berpagar kulit pohon meranti dan beratap sirap daun lontar, yang berdekatan dengan acara ritual penyembuhan itu bersama Alban.

Obrolan kecil dengan bahasa Banjarmasin bercampur Indonesia bersama Alban pun jauh kesana kemari sambil sesekali melirik beberapa orang yang tampak menari-nari sambil sesekali berjingkat-jingkat mengelilingi sesosok tubuh manusia yang digantung terbalik dan sesekali dihujam dengan tombak hingga darahnya mengucur ke sebuah wadah yang diletakan tepat di bawahnya. Sebuah ritual yang lain di luar dari prosesi penyembuhan.

Kebetulan langit malam itu cukup cerah, dan banyak bintang-bintang bersinar.

Karena asyik mengobrol dengan Alban, adenpun hingga melewatkan waktu tidur meskipun badan terasa sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang amat sangat melelahkan.

Akan tetapi berada di tempat yang sangat asing dan primitif membuat aden tak memiliki selera untuk tidur.
Matahari bersinar, terlihat seseorang keluar dari dalam salah satu pondok yang terpisah dari pondok utama milik Datuk Maluna.
Seorang yang kemarin sore nampak terkapar bersimbah darah dengan luka menganga di punggungnya, kini nampak segar bugar tanpa bekas luka sedikitpun, itu artinya lukanya telah sembuh.
Beberapa menit kemudian muncul lagi seorang bernama Suryono yang kemarin sore menggelepar-gelepar kesakitan karena tulang kakinya mencuat keluar , kini sudah bisa berjalan walau sedikit agak tertatih.
"itulah kehebatan minyak bintang" ucap Alban.

***
Dengan bahasa Banjarmasin bercampur bahasa Indonesia (karena aden tak mengerti bahasa Dayak),Datuk Maluna mendekat, Sungguh aneh ! Datuk Maluna mengendusi aroma tubuh aden dengan penciumannya seperti seeekor anjing yang sedang mengenali daerah teritorialnya. Aden merasa gemetaran panik dengan ketidak mengertiannya atas apa yang sedang dan akan dilakukan Datuk Maluna
"musang pandan" tiba-tiba Datuk berkata.
Jantung ini dag dig dug terasa hendak copot rontok, karena disamping Datuk Maluna adalah seorang yang asing bagi aden dan berpakaian adat khas Dayak lengkap dengan senjata Mandau terhunus di tangan.

Aden tambah tak mengerti apa yang dimaksud dengan perkataan Datuk, dengan rasa takut adenpun bertanya,
"narai maksud datuk ?' (apa maksud datuk)
"ikam bukan musuh kami, tapi ikam dari bubuhan nang kami hormati" (kamu bukan musuh kami, tapi kamu berasal dari bangsa yang kami hormati)
Aden merasa lega mendengar ucapan Datuk yang menganggap aden demikian.

Kemudian Datuk menyuruh Alban sesuatu, setelah sejurus kemudian aden mengetahui, ternyata Alban diutus untuk mempersiapkan air ke dalam bak mandi yang terbuat dari kayu dan menyuruhnya aden untuk membersihkan badannya di bak itu.
Sudah nampak di sana, banyak kaum wanita bertelanjang dada berkumpul memegang dedaunan di tangannya mengelilingi bak itu, sungguh suatu situasi yang membuat aden seolah seperti tak sanggup untuk bergeming dengan rasa tak menentu, namun atas anjuran sang Datuk yang nampak sebuah keharusan untuk aden lakukan saat itu, aden pun ahirnya menyelupkan badannya dan perlahan aden membersihkan badan di dalam bak yang berisi air dan bermacam-macam dedaunan tadi.

Mandi selesai, nampak kontan saja para wanita-wanita tadi menggunakan sisa air mandi dari tubuh aden untuk menyirami tubuhnya, aden pun menggelengkan kepala tak mengerti.
Nampak Alban telah membawakan satu set pakaian Dayak untuk aden kenakan, kini aden telah nampak seperti orang suku Dayak seperti mereka.

Berkumpul di pondok kayu bersama Datuk Maluna,
Banyak kisah yang diceritakan beliau mengenai MINYAK BINTANG dari proses pembuatan, khasiat, asal usulnya hingga bahayanya bagi pemilik dan penggunanya.

Satu Minggu Berselang, aden belum diizinkan untuk meninggalkan tempat itu dikarenakan masih ada banyak bahaya di luar yang sedang masih ada konflik yang melibatkan sukunya dengan suku lain di Sampit dan merambah ke mana-mana.

Konon ceritanya, MINYAK BINTANG
terbuat dari otak manusia , yang didapat dari musuh yang berhasil dipenggal kepalanya saat pertarungan, darah burung tertentu yang di patahkan kakinya secara berkali-kali hingga hitungan hari tertentu secara bertahap saat masih berada di atas sarangnya, dan ramuan-ramuan rahasia lainnya. Proses pembuatannya pun tidak mudah, uniknya minyak yang dikemas dalam botol sekecil jari kelingking ini tidak akan habis meski dipake berulang-ulang, selama cara pemakainnya benar, yaitu dengan cara menyelupkan sepotong lidi khusus ke dalam botol tersebut dan tidak boleh membalik posisi botol sehingga mulut botol menghadap ke bawah, dan mengoleskan minyak yang menempel pada lidi tersebut pada luka yang ingin disembuhkan, menurut Datuk Maluna.

Jika MINYAK BINTANG sampai ditelan seseorang, lanjut Datuk, maka orang tersebut tidak akan bisa dibunuh meski tubuhnya terkoyak senjata tajam, tertembak, atau terpotong-potong tubuhnya, maka pada malam hari pada saat bintang di langit bersinar, orang tersebut akan bangkit dengan tubuh utuh sembuh total tanpa luka dan bekasnya. Bahkan, jika ada keinginan untuk membangkitkan terbunuh, minyak bintang cukup diteteskan sedikit saja ke dalam mulut si mayat, maka ketika ada bintang bersinar di malam hari, dipercaya si mayat akan akan bangkit kembali sebagai manusia hidup. Ini mengapa MINYAK BINTANG juga biasa disebut dengan Minyak Sambung Nyawa. Akan tetapi "si mayat hidup" itu akan mengandung efek dendam kesumat terhadap si pembunuh dan selalu berkeinginan untuk membalas bunuh, fikiranya terganggu bayang-bayang wajah si pembunuh hingga menyusahkan hidupnya, dikatakan, ini tidak akan berhenti setiap hari , fikiranya tidak akan tenang sebelum ia dapat membalas untuk membunuhnya. hmm,, sangat berbahaya ! gumam aden dalam hati.

Di tengah obrolan, aden melihat dua orang memikul sebuah karung yang terbuat dari serat pohon, nampak kemerahan dan menetes, nampaknya karung berisi mayat dari salah satu anggota suku.
"taruh saja di situ, kaina hidup lagi inya"
(taruh saja di situ, nanti juga hidup lagi dia) kata Datuk.
Mereka pun mengeluarkan bungkusan mayat dengan leher terkoyak cukup dalam.
***
Aden bertanya, apakah MINYAK BINTANG dapat dibawa keluar pulau ?
"kawa" (bisa) jawab Datuk Maluna, asalkan dengan cara dimasukan kedalam buah-buahan dan dibalut dengan tanah asli dari daratan pulau Kalimantan, agar tidak hilang khasiatnya saat menyeberangi lautan, terang Datuk. Akan tetapi, lanjut Datuk memberi peringatan,
Pemilik MINYAK BINTANG, akan kerap kali mengalami luka meski dalam waktu yang jarang, dan akan selalu menggunakan minyak tersebut. Luka yang dialami akan semakin meningkat, dari luka yang kecil, hingga luka-luka yang jauh lebih parah, dan akan selalu dapat disembuhkan dengan mudah, dengan menggunakan MINYAK BINTANG. Mengerikan ! Kata aden begidik dalam hati.
"kenapa kaya itu Datuk?' tanya aden
"karena MINYAK BINTANG mengandung suatu kekuatan ghaib yang menginginkan untuk dipergunakan. Pemilik minyak ini bisa menjadi Tabib (penyembuh) bagi orang lain. Jika pengguna MINYAK BINTANG dengan cara ditelan, maka orang tersebut akan langsung memiliki kesaktian luar biasa yaitu, menjadikan dirinya Tidak bisa dibunuh dengan mudah, jika mengalami luka senjata tajam seperti luka sayat, bacok, patah tulang, tembak, bahkan jikapun tubuhnya terpotong-potong, tetap akan bisa hidup kembali pada malam harinya saat ada bintang bersinar tanpa bekas luka sedikitpun. Tapi itu artinya ajal pengguna MINYAK BINTANG dengan cara ditelan, akan dipersulit ajalnya, dan ketika takdir sampai pada waktunya, dipercaya roh pengguna MINYAK BINTANG dengan cara ditelan tersebut akan menjadi hantu gentayangan yang disebut dengan hantimang (hantu kepala dan isi perut, tanpa tangan dan kaki yang melayang-layang di udara).

Menjelang malam, saat bintang-bintang mulai bersinar, aden menyaksikan suatu pemandangan yang amat sangat mengerikan, betapa tidak, seonggok mayat dengan leher terkoyak itu, tiba-tiba menjulurkan lidahnya dan semakin memanjang seperti ular, dan terlihat menjilat-jilat lehernya yang terluka, ajaib ! dengan sekali jilat saja lehernya kembali menyatu, dan ujung lidah itu terus bergerak-gerak mencari bagian-bagian tubuhnya yang terluka, termasuk ke bagian perutnya yang terkoyak, lagi-lagi perut yang terbelah itu kembali menutup, hingga akhirnya bangkit dari "tidur"nya, segera saja sang Datuk memberikan segelas air minum dan menyuruhnya untuk beristirahat.
***

Dua Bulan Berselang aden hidup di tengah masyarakat Dayak, dengan kehidupan yang serba primitif dan berkali-kali menangis karena tak tahan dengan keterasingan yang melanda, namun disisi lain, aden merasa sangat dihormati dan dilayani bak seorang raja.
"Datuk, memangnya ada apakah di luar sana hingga ulun kada dibulihakan bulik ?" tanya aden suatu hari.
"suku kami sedang ada perang, di luar, suku kami sedang diganggunya, kami sedang baku bunuh dengan, tetaplah di sini, ikam aman kala, kaina ikam jua mahu kami bulikakan jua,?"
"perang.....?"
"hi'ih"(iya)
"kenapa ulun kada dibunuhnya Datuk?"
"ikam lain nang kami cari,"
"apa masalahnya Datuk?"
"mustinya ketika ikam di mana bumi berpijak langit nang ikam junjung, mun pun ikam nang macam-macam kaya bubuhannya, ikam nang kami timpas, kami bunuhnya" (jika pun kamu yang macam2 sama kami, tentunya kamu yang kami tebas, kami bunuh)

Jawaban-jawaban Datuk Maluna cukup singkat dan penuh makna, aden menyimpulkan bahwa, di mana pun kita singgah, harus menghormati adat istiadat setempat kalo mau selamat.
"kapan, ulun kawa bulik Datuk?" (kapan saya bisa pulang Datuk?"
"kaina mun sudah habis musuh kami bunuhnya,"
***

Tiga Bulan Sudah,
Datuk Maluna dan Alban serta kawan-kawan dan puluhan warga suku mengadakan upacara kepulangan aden, tak terasa air mata menetes di pipi, betapa terharu aden mendapat suatu perlakuan yang teramat sangat berlebih menurut aden, tapi itulah mereka, aden salut. Diberinya aden sebuah kalung adat dan sebuah Mandau Batu (pedang sepanjang satu meter yang bersifat elastis dan sangat tajam hingga mampu memutuskan paku yang ditancapkan pada sebatang kayu). Berhias rumbai-rumbai dari tulang-tulang kecil, hmmm.. Sangat indah.
Diantarnya aden ketepi sungai pada sebuah sampan yang berjejer, lambaian tangan dari warga suku laki-laki dan perempuan membuat airmata aden kembali berlinang haru.

Diiringi tiga sampan aden dibawa menyusuri sungai yang cukup panjang, di sepanjang menyusuri sungai, aden selalu mendengar kicauan burung-burung yang bercicit dengan suara indah, namun aden merasa aneh, sepanjang sungai kicauan burung itu selalu saja terdengar seperti terus mengikutinya, kurang lebih dua jam berselang kami tanpa obrolan, namun dengan rasa penasaran akan suara burung yang terus mengikuti itu, aden pun membuka obrolan dengan bertanya pada Alban,
" utuh, suara burung apa itu kah, kaya nang mangikuti haja lawan ulun?'
(abang suara burung apakah itu, yang seperti terus mengikutiku?)
"itu lain burung mas, tapi kawan ulun"

Lalu Alban mengambil semacam peluit yang terbuat dari semacam bambu kecil dari dalam kantong kecil di pinggangnya dan segera meniupnya, sangat indah suara tiupan dari mulut Alban dan sama persis bunyinya seperti yang ada di atas pohon-pohon itu, sejenak Alban menujukkan telunjuknya ke atas pohon di pinggir sungai, aden tersenyum, nampak seseorang sedang bertengger di atas dahan dengan busur panah dan lengkap dengan gendongan anak panahnya, seraya melambaikan tangannya.
Aden menyimpulkan, betapa banyak para peniup itu, sepanjang pesisir sungai yang aden lalui. Tidak terlihat. hmmm benar-benar persembunyian yang sangat sempurna, kata aden dalam hati.

Menjelang sore sampan berhenti sejenak di pinggiran sungai untuk sekedar istirahat. Aden diperlihatkan sebuah pohon cabe raksasa yang menakjubkan, nampak sama persis dengan pohon cabe berukuran sangat besar, rimbun dan penuh dengan buah cabenya yang ranum dan berbuah sangat lebat hampir sama banyak dengan dedaunannya, ditengah kekagumanya aden bertanya kepada Alban,
"wah, hebat sekali, bujur itu adalah pohon cabe kah, aneh, kayapa pang kawa kaya itu????"
"bujur, itu pohon cabe, tapi cabe nang kada kawa dimakan mas, itu buah cabe beracun, monyet jua kada mahu mamakannya, mun dimakannya ikam kawa mati"
***

Sepanjang malam aden berenam kembali berlayar menyusuri sungai,
Hingga tertidur.

Hingga pagi hari aden terbangun karena mendengar panggilan Alban, memberitahukan bahwa jika ingin melihat sebuah pulau ajaib bangunlah.
Aden diperlihatkan sebuah pulau kecil nun berjarak lumayan jauh, namun masih nampak bentuk-bentuk pohonnya, nampak pula beberapa orang wanita yang berdiri memandangi kami meski jaraknya lumayan jauh, Alban dan kawan-kawan segera berdialog dengan bahasa Dayak yang aden tak mengerti.
Diberitahukan bahwa itu adalah sebuah pulau aneh yang angker serta ajaib, karena hanya bisa muncul dan terlihat setiap sembilan bulan sekali, sebuah pulau yang dihuni oleh semua penduduknya wanita, konon katanya, jika ada laki-laki yang berani singgah ke sana, tidak akan selamat alias dicincang-cincang dan dimakan oleh para wanita itu. Hmmm aden penasaran akan hal yang satu ini.

Menurut Alban, pulau itu bernama Pulau Kelabang, dinamakan kelabang karena bentuk pulau yang memanjang dan nampak bergerigi dan berbentuk seperti seekor kelabang jika dilihat dari atas udara, dan dihuni oleh para wanita sihir. Mereka akan menjadikan laki-laki yang kebetulan terdampar di sana sebagai pejantan untuk meneruskan keturunannya selama sembilan hari dan kemudian dibunuh serta dimakan oleh mereka, lalu wanita-wanita yang berhasil hamil akan menunggu kelahiran anaknya, konon katanya, jika bayi yang terlahir adalah laki-laki, maka akan langsung dibunuh dan dimakan, akan tetapi, jika bayi yang terlahir adalah perempuan maka akan dibiarkan hidup, karena mereka hanya menginginkan jenis kelamin perempuan saja.
***
Sampailah aden pada sebuah ceruk sungai pada sore harinya lagi, dan menginap di sebuah perkampungan kecil yang di huni sekitar limabelas orang saja, dan semuanya laki-laki, dipondokkan kecil aden tertidur hingga pagi bersama Alban.

Hingga pagi harinya aden melakukan perjalan menyusuri hutan hingga sekitar jam dua siang, sampailah aden disebuah pangkalan ojeg dan diantarnya hingga ke daerah yang bernama Kereng Pange, sepanjang perjalanan ojeg, aden menyaksikan hampir seluruh kampung telah hancur berantakan, dan bekas rumah-rumah terbakar di mana-mana, hmm Kalimantan membara, ucap aden dalam hati. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam.
Aden sangat lega dapat berkumpul dengan seorang sahabat sesama suku, dan langsung dibelikan tiket kapal menuju Pulau Jawa.
***

Esok harinya, aden menuju Pelabuhan Sampit dan menunggu kapal datang,
***
Tak terduga, beberapa menit dalam labuhan kapal, petugas kapal mengadakan razia senjata tajam, seluruh barang-barang bawaan penumpang digeledah, dan barang siapa ketahuan membawa senjata tajam ke atas kapal maka ditangkapnya, menyadari hal itu, aden bertindak cepat, cepat-cepat aden mengambil Mandau pemberian Datuk Maluna dan aden membawanya berlari keluar kapal dan dengan perasaan sedih tak menentu, aden membuangnya ke laut. Maafkan ulun Datuk, Mandaunya ulun buang,,,, hikz,,, dan yang tersisa hanyalah sebuah kalung antik yang hingga kini aden simpan sebagai kenang-kenangan.

Sampailah aden di tanah Jawa dengan selamat.


Demikian sahabat, sebuah kisah yang aden alami di Pulau Kalimantan pada tahun 2001, dan sulit untuk terlupa.
Terima kasih sudah sudi menyimak. Dan aden TEGASKAN bahwa ini hanya sebuah kisah, dan isi di dalamnya perihal Minyak Bintang, aden tidak menyarankan untuk mempercayainya. semuanya terserah kesimpulan Anda, tetaplah dalam keteguhan iman dan Islam, laa haulaa walaa quwwata ilaabillaah..
Thanks ;-)
 

=====THE END====

 

SUMBER : Jevindra Delcandrevidezh


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Blog Archive

.comment-content a {display: none;}